Disrupsi digital mengacu pada kecepatan dan besarnya kemajuan teknologi yang mengganggu cara-cara yang telah ditetapkan untuk mnciptakan nilai, baik dalam pemasaran, interaksi sosial, serta pemikiran, dan pemahaman individu (Patra, 2017: 1). Teknologi digital membawa keadaan disrupsi berbagai sektor masyarakat. Perkembangan teknologi mewajibkan restrukturisasi berbagai jenis business process, manajemen lembaga, organisasi, dan institusi agar sejalan dengan perkembangan teknologi itu sendiri. Disrupsi digital terjadi pada berbagai aspek dan tingkatan, mulai dari individu, praktik kerja, praktik bisnis, struktur industri, dan sosial masyarakat.
Image by: Marketoonist. https://marketoonist.com/2016/03/disruptive.html |
Disrupsi dalam kaitannya dengan teknologi digital, menjadikan cara, model, dan business process lama menjadi tidak lagi relevan dimasyarakat. Perkembangan masyarakat modern dengan adopsi teknologi yang cukup tinggi memaksa terciptanya berbagai inovasi manajemen dan kebijakan untuk segera menciptakan dan menjalankan langkah-langkah, model, dan business process yang inovatif dengan pendekatan yang berbeda agar mampu bertahan masa sekarang dan yang akan datang (Christensen, Clayton M. et. al., 2015: 44–53). Inovasi yang diciptakan harus mampu memudahkan dan meningkatkan pelayanan dan juga memberikan efisiensi yang tinggi. Peningkatan pelayanan dengan berbagai dukungan dan pemanfaatan teknologi, menjadikan keadaan disrupsi tidak sekadar ancaman tetapi menimbulkan peluang tanpa harus mengubah arah dan core business process.
Referensi:
-Christensen,
Clayton. M, et. al., 2015. Disruptive
Innovation, what is disruptive
innovation?. A version of this article appeared in the December
2015 issue (pp.44–53) of Harvard
Business Review.
-Nihar K. Patra. 2017. Digital Disruption And Electronic Resource Management In
Libraries. United States: Chandos Publishing Is An Imprint Of
Elsevier.
No comments:
Post a Comment